NAMA: WIDYANING TYASTUTIK
NIM: 120210204032
KELAS: D
1.
Apa
perbedaan prinsip antara teori belajar kognitif dengan teori behavioristik?
Jelaskan dari sisi (a) definisinya (b) subjek research (c) aplikasi dalam
pembelajaran !
Belajar
adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. (Margaret
E. Bell Gredler, 1991: 1). Meskipun banyak perubahan perilaku manusia, tidak
semua perubahan perilaku manusia dapat dikategorikan atau memiliki kualitas
untuk disebut belajar, sebab ada perubahan perilaku sebagai hasil dari
kematangan (maturation), yakni perubahan perilaku sebagai hasil dari dari hasil
proses pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development) manusia. Kendati
banyak sekali teori yang menjelaskan soal belajar, namun pada prinsipnya teori
tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua aliran besar psikologi yakni teori
belajar behavioristik dan teori belajar kognitif.
(a)
Dari
Sisi Definisinya
Menurut
psikologi behavioristik, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku dan cara
seseorang berbuat pada situasi tertentu. Teori behaviorisme menguraikan teori
belajar menjadi 3 jenis yaitu (1) respondent
conditioning merupakan perilaku individu merespon rangsangan belajar yang
dirasakannya (2) operant conditioning
merupakan perilaku individu untuk merespon ransangan belajar yang diterimanya
melalui proses penguatan (reiforcement)
(3) observational learning merupakan
perilakku meniru perilaku individu lain yang ada disekitarnya.
Sedangkan
menurut psikologi kognitif berpandangan bahwa belajar adalah proses internal
yang tidak dapat diamati secara
langsung, sementara perubahan tingkah laku dan perbuatan seseorang dalam
situasi tertentu merupakan refleksi dari perubahan internal. Teori ini memandang
manusia sebagai makhluk yang selalu aktif mencari dan menyeleksi informasi
untuk diproses. Teori ini dibagi menjadi
(1) perkembangan kognitif, teori
ini dikemukakan oleh Jean Peaget, yang memandang individu sebagai struktur
kognitif, peta mental, skema atau jaringan konsep guna memahami dan menanggapi
pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan (2) kognisi Sosial, teori ini dikembangkan oleh L.S Vygotsky, yang didasari oleh
pemikiran bahwa budaya berperan penting dalam belajar seseorang (3) pemrosesan
informasi berdasarkan
riset linguistik, psikolpgi, antropologi dan ilmu komputer, dikembangkan model
berpikir.
(b)
Dari
Sisi Subjek Researchnya
Teori
Behaviorisme :
1. Respondent
Conditioning
Peserta didik
disebut respondent, yang dipancing reaksinya atas lingkungan.
Fisiologi Pavlov (1849- 936)
mengkaji stimuli (rangsangan tak bersyarat ) yang secara
spontan memanggil respon. Penelitian Pavlov yang memperdengarkan bunyi garpu
tala segera sebelum menyodorkan daging kepada seekor anjing . Air liur akan
keluar jika ada daging. Setelah diulang beberapa kali, bunyi saja dapat
mengeluarkan air liur pada binatang itu tanpa ada daging.
2.
Operant Conditioning
Peserta
didik disebut operants, yang
dipancing aksi intrumentalnya pada lingkungan. Istilah konsekuensi yang
menguatkan (reinforcing consequence),
dan penguatan (reinforcement)
digunakan sebagai pengganti untuk istilah ganjaran (reward).
3. Observational
Learning
Eksperiment Kondisioning
dengan Bayi. Watson menerapkan kondisioning refleks pada respon emosional
bayi-bayi. Subjek penelitiannya ialah bayi-bayi yang tinggal di rumah sakit
sampai usia kira-kira 2 tahun. Dalam eksperimen Watson dengan Albert, reaksi
takut anak usia 11 bulan itu dikondisikan dengan beberapa objek yang berbulu
lembut. Reaksi itu mula-mula dikondisikan dengan pandangan atas seekor tikus
putih. Selama beberapa kali percobaan, pemunculan tikus itu dibuat berpasangan
dengan bunyi pukulan palu pada batang besi. Pada percobaan pertama ( membuat
pasangan stimulus), bayi itu melompat keras, dan pada kali yang kedua ia mulai
menangis. Pada percobaan yang kedelapan, tikus putih saja cukup bisa membuat
bayi menangis dan merangkak lari. Lima hari kemudian, reaksi takut itu juga
muncul sebagai respons atas seekor kelinci yang berwarna putih. Objek-objek
yang tidak berbulu, seperti balok mainan anak, tidak menimbulkan respon takut,
akan tetapi reaksi takut yang ringan terjadi sebagai respon atas anjing dan
baju bulu anjing laut. Respon emosional anak telah dipindahkan ke
binatang-binatang dan benda-benda berbulu, dan itu bertahan lebih dari sebulan.
Teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir.
Perkembangan individu ditentukan lingkungan. Belajar pada dasarnya upaya untuk
membentuk hubungan stimulus-respons sebanyak-banyaknya.
Sedangkan
Teori Kognitif ditunjukan dalam penelitian persepsi warna oleh Wolfgang
Kohler(1928-1929). Dalam penelitian ini kepada ayam-ayam diberikan biji
padi-padian dalam jumlah yang sama pada dua helai kertas yang warnanya berbeda,
akan tetapi, ayam-ayam itu hanya diperbolehkan makan dari kertas yang warnanya
lebih gelap. Setelah dilatih, ayam-ayam itu lagi-lagi diberikan dua helai
kertas yang berbeda warnanya. Tetapi, kertas itu yang satu warnanya abu-abu tua
yang mula-mula yang dipakai latihan dan yang satunya lagi lebih tua. Dari 85
kali percobaan, induk-induk ayam itu merespon 59 kali pada warna gelap yang
baru.Menurut Kohler ayam tidak belajar merespon terhadap warna atau cahaya
cerah nisbi. Para ahli psikologi kognitif percaya bahwa membuat peserta didik agar
dapat belajar dengan baik yaitu disimpan dalam ingatan.
(c)
Aplikasi
dalam Pembelajaran
Aplikasi
pembelajaran dalam teori behaviorisme adalah sebagai berikut:
1. Penerapan respondent conditioning ini dibuktikan lewat
penelitian C. John Early (1968). Peserta didik kelas 4 SD disurvei menggunakan
sosiometri. Survei ini bermaksud mengidentifikasi peserta didik yang terasing dalam pergaulannya di kelas.
Berdasarkan sosiogram, peserta didik yang terisolir diperlakukan sebagai
kelompok eksperimen, sedangkan peserta didik yang tidak terisolir diperlakukan
sebagai kelompok kontrol. Kedua kelompok peserta didik diberi tugas mempelajari
sejumlah kalimat yang bernada positif dan kalimat yang bernada netral. Selanjutnya
masing-masing kelompok diminta bermain secara bebas dengan tugas memasangkan
nama dirinya dengan kalimat tertentu. Seperti “teman yang sangat menyenangkan”
atau “teman yang periang” untuk kelompok eksperimen. Sedangkan untuk kelompok
kontrol “teman yang biasa saja” atau “teman yang tidak istimewa”. Selama
permainan guru melakukan pengamatan perilaku peserta didik pada situasi bermain
bebas tersebut. Permainan ini dilakukan agar kelompok yang terisolir menjadi
tidak terisolir lagi dan becampur oleh kelompok netral.
2.
Penerapan operant conditioning dalam
pendidikan dikemukakan oleh Fred Keller (1968) dengan judul kegiatan self-paced
learning. Guru merancang mata pelajaran yang dilengkapi bahan bacaan untuk
dikaji pebelajar. Ketika pebelajar siap diuji, ia menempuh tes agar lulus pada
penggalan belajar yang telah ditempuhnya. Jika lulus, ia maju ke penggalan
belajar berikutnya. Penerapan lainnya yaitu Apabila seorang murid SD/MI tidak
mengerjakan PR (pekerjaan rumah), guru tidak dapat menghukumnya dengan cara
berdiri dengan satu kaki di depan kelas karena guru harus terlebih dahulu
mencari tahu mengapa murid tersebut tidak mengerjakan perkerjaan rumah (PR),
dan penggunaan hukuman secara tidak tepat tidak akan berfungsi sebagai
penguatan (reinforcement).
3.
Observational learning dilakukan
melalui mengamati teman sebaya, guru, dan orang lain dalam wujud belajar sosial
melalui meniru atau modeling. model pembelajaran seperti ini pula disebut vicarious learning (belajar pengganti)
dengan misal guru mendemonstrasikan senyuman manis kepada peserta didik yang
menyerahkan tugas sekolah tepat waktu. Peserta didik lain melihat ekspresi lega
peserta didik model dan mereka termotivasi untuk meniru dengan segera
menyerahkan tugasya pula.
Sedangkan
aplikasi pembelajaran dalam teori kognitif dalam buku productive thinking ( terbit anu-merta 1945) dari Max Werthiemer
menguraikan penerapan konsep kognitif pada pemecahan masalah oleh subjek
manusia. Dalam satu contoh, sekelompok anak diminta mencari luas sebuah jajar
genjang. Satu-satunya pengalaman mereka yang sama ialah mencari dan empat
panjang. Setelah beberapa kali mulai mencari dan salah hitung, beberapa anak
memotong “segi tiga” pada satu ujung jajaran genjang dan menaruhkannya pada
ujung yang lain, dengan demikian membentuk sebuah empat persegi panjang.
Mereka
kemudian meneruskan memecahkan soal luas empat persegi panjang itu dengan cara
lain. Mereka memotong gambar itu di tengah-tengah, membalikkan separuh yang
satu, dan letakkan ujung-ujung diagonalnya bersama sehingga membentuk sebuah
empat persegi panjang.
2.
Menurut
pendapat Saudara, manakah diantara 2 teori tersebut yang cocok diterapkan di
SD/MI di Indonesia? Jelaskan dari sisi (a) kurikulum (b) kemampuan dasar guru
(c) karakteristik peserta didik di Indonesia !
(a)
Dari
Sisi Kurikulum
Pandangan
tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan
kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki
perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap
pengembangan kurikulum menurut teori behaviorisme, yaitu :
1.)
Setiap anak diberi kesempatan untuk
berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya.
2.)
Di samping disediakan pelajaran yang
sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak disekolah,
disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
3.)
Kurikulum menyediakan bahan ajar yang
bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan
untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
4.)
Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang
mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan
keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Sedangkan belajar
menurut teori kognitif guru berperan sebagai pembimbing bukan penyampai
pengetahuan, sedangkan siswa sebagai pengelola bahan pengajaran. Belajar
menurut teori ini bukan menghafal, tetapi memecahkan masalah, sedangkan metode
belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak diharapkan pada
berbagai permasalahan, merusmuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data
yang diperlukan untuk memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah
dirumuskan, dan pada akhirnya para siswa dibimbing untuk menarik
kesimpulan-kesimpulan.
Kurikulum
menganjurkan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang tidak terbatas
pada kurikulum yang tersedia, tetapi juga kurikulum yang bersifat ekstra untuk
memenuhi kebutuhan para siswa. Belajar akan lebih berhasil jika dihubungkan
dengan minat, perhatian, dan kebutuhan siswa. Dengan kata lain, keberhasilan
belajar tidak seluruhnya ditentukan oleh kemampuan siswa, tetapi juga oleh
minat, perhatian, dan kebutuhannya. Dalam kaitannya dengan hal ini, maka faktor
motivasi sangat menetukan.
(b)
Dari
Sisi Kemampuan Dasar Guru
Guru,
di dalam menyelenggarakan proses pembelajaran yang mendidik dituntut untuk
menguasai standar kompetensi guru. Menurut PP 19 Tahun 2005 pasal 28 ayat (3),
standar kompetensi yang harus dikuasai seorang pendidik (guru) mencakup
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam penerapan
teori belajar, guru hendaknya memperhatikan dulu kompetensi dasar yang hendak
dicapai oleh siswa, indikator, deskriptor,dan bahan ajarnya. Mengajar disini
bukan hanya sekedar menstrasfer ilmu kepada anak didiknya namun
juga membimbing anak didiknya dalam mempelajari ilmu tersebut. Pelajaran yang
mendidik harus dikelola berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun
sebelum pembelajaran dilangsungkan.Implikasi pedagogik teori belajar
behaviorisme (1) menekankan perubahan tingkah laku yang teramati dalam diri peserta
didik (2) perubahan tingkah laku peserta didik dapat diperkuat melalui
pemberian hadiah (positive reinforcement)
atau dihentikan melalui pemberian hukuman oleh guru (3) pembelajaran dirancang
berdasarkan kecenderungan tingkah laku peserta didik yang dapat diamati dan
diukur (4) guru tidak perlu memperhatikan pengetahuan dasar yang dimiliki
peserta didik sebelum pembelajaran berlangsung, dan bentuk perubahan tingkah
laku yang terjadi pada peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Sedangkan
implikasi pedagogik teori belajar kognitif (1) menekankan pada pemetaan dalam
skema semua informasi atau pengetahuan yang diterima peserta didik melalui
kegiatan belajarnya (2) informasi atau pengetahuan baru harus diakomodasikan
atau asimilasi informasi peserta didik dalam skema kognitifnya (3) proses
akomodasi atau asimilasi informasi atau pengetahuan baru tersebut dilakukan
peserta didik dalam bentuk penolakan, atau penyesuaian bentuk.
(c)
Dari
Sisi Karakteristik Peserta Didik di Indonesia
Karakter siswa
saat ini cenderung malas mengingat/menghafal materi pelajaran karena “efek
googling” yang dirasanya lebih efektif dari dari pada menumpuk teori memorinya.
Siswa memilih jalan mudah dalam mengingat sebuah konsep. Karakter siswa
Indonesia tidak terlalu berpikir proses namun lebih berorientasi hasil. Hal ini
terlihat dari banyaknya siswa yang berusaha mendapatkan bocoran yang penting
nilainya bagus.
Dari
hal-hal diatas tentunya sangat sulit bila untuk menentukan teori belajar yang
seperti apa yang harus diterapkan diindonesia. Sepertinya bukan masalah tentang
teori yang mana, Karena hal yang paling penting yaitu dalam pembelajaran yang
bagaimana teori tersebut akan diterapkan.
Referensi
Lapono, Nabisi. 2009. Belajar dan Pembelajaran SD 2 SKS. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan nasional.
Majid, Abdul. 2012. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nasution, S. 2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi
aksara.
Gredler, Margaret E. Bell. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta:
Rajawali.