Kamis, 27 Februari 2014

Belajar dan Pembelajaran SD _ Tugas UTS

NAMA: WIDYANING TYASTUTIK
NIM: 120210204032
KELAS: D


1.                  Apa perbedaan prinsip antara teori belajar kognitif dengan teori behavioristik? Jelaskan dari sisi (a) definisinya (b) subjek research (c) aplikasi dalam pembelajaran !
Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. (Margaret E. Bell Gredler, 1991: 1). Meskipun banyak perubahan perilaku manusia, tidak semua perubahan perilaku manusia dapat dikategorikan atau memiliki kualitas untuk disebut belajar, sebab ada perubahan perilaku sebagai hasil dari kematangan (maturation), yakni perubahan perilaku sebagai hasil dari dari hasil proses pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development) manusia. Kendati banyak sekali teori yang menjelaskan soal belajar, namun pada prinsipnya teori tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua aliran besar psikologi yakni teori belajar behavioristik dan teori belajar kognitif.
(a)               Dari Sisi Definisinya
            Menurut psikologi behavioristik, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku dan cara seseorang berbuat pada situasi tertentu. Teori behaviorisme menguraikan teori belajar menjadi 3 jenis yaitu (1) respondent conditioning merupakan perilaku individu merespon rangsangan belajar yang dirasakannya (2) operant conditioning merupakan perilaku individu untuk merespon ransangan belajar yang diterimanya melalui proses penguatan (reiforcement) (3) observational learning merupakan perilakku meniru perilaku individu lain yang ada disekitarnya.
            Sedangkan menurut psikologi kognitif berpandangan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat  diamati secara langsung, sementara perubahan tingkah laku dan perbuatan seseorang dalam situasi tertentu merupakan refleksi dari perubahan internal. Teori ini memandang manusia sebagai makhluk yang selalu aktif mencari dan menyeleksi informasi untuk diproses. Teori ini dibagi menjadi  (1) perkembangan kognitif, teori ini dikemukakan oleh Jean Peaget, yang memandang individu sebagai struktur kognitif, peta mental, skema atau jaringan konsep guna memahami dan menanggapi pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan (2) kognisi Sosial, teori ini dikembangkan oleh L.S Vygotsky, yang didasari oleh pemikiran bahwa budaya berperan penting dalam belajar seseorang (3) pemrosesan informasi berdasarkan riset linguistik, psikolpgi, antropologi dan ilmu komputer, dikembangkan model berpikir.

(b)               Dari Sisi Subjek Researchnya
Teori Behaviorisme :
1.    Respondent Conditioning
Peserta didik disebut respondent, yang dipancing reaksinya atas lingkungan.
Fisiologi Pavlov (1849- 936) mengkaji  stimuli  (rangsangan tak bersyarat ) yang secara spontan memanggil respon. Penelitian Pavlov yang memperdengarkan bunyi garpu tala segera sebelum menyodorkan daging kepada seekor anjing . Air liur akan keluar jika ada daging. Setelah diulang beberapa kali, bunyi saja dapat mengeluarkan air liur pada binatang itu tanpa ada daging.
2.    Operant Conditioning
Peserta didik disebut operants, yang dipancing aksi intrumentalnya pada lingkungan. Istilah konsekuensi yang menguatkan (reinforcing consequence), dan penguatan (reinforcement) digunakan sebagai pengganti untuk istilah ganjaran (reward).
3.    Observational Learning
Eksperiment Kondisioning dengan Bayi. Watson menerapkan kondisioning refleks pada respon emosional bayi-bayi. Subjek penelitiannya ialah bayi-bayi yang tinggal di rumah sakit sampai usia kira-kira 2 tahun. Dalam eksperimen Watson dengan Albert, reaksi takut anak usia 11 bulan itu dikondisikan dengan beberapa objek yang berbulu lembut. Reaksi itu mula-mula dikondisikan dengan pandangan atas seekor tikus putih. Selama beberapa kali percobaan, pemunculan tikus itu dibuat berpasangan dengan bunyi pukulan palu pada batang besi. Pada percobaan pertama ( membuat pasangan stimulus), bayi itu melompat keras, dan pada kali yang kedua ia mulai menangis. Pada percobaan yang kedelapan, tikus putih saja cukup bisa membuat bayi menangis dan merangkak lari. Lima hari kemudian, reaksi takut itu juga muncul sebagai respons atas seekor kelinci yang berwarna putih. Objek-objek yang tidak berbulu, seperti balok mainan anak, tidak menimbulkan respon takut, akan tetapi reaksi takut yang ringan terjadi sebagai respon atas anjing dan baju bulu anjing laut. Respon emosional anak telah dipindahkan ke binatang-binatang dan benda-benda berbulu, dan itu bertahan lebih dari sebulan. Teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu  tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan lingkungan. Belajar pada dasarnya upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respons sebanyak-banyaknya.
Sedangkan Teori Kognitif ditunjukan dalam penelitian persepsi warna oleh Wolfgang Kohler(1928-1929). Dalam penelitian ini kepada ayam-ayam diberikan biji padi-padian dalam jumlah yang sama pada dua helai kertas yang warnanya berbeda, akan tetapi, ayam-ayam itu hanya diperbolehkan makan dari kertas yang warnanya lebih gelap. Setelah dilatih, ayam-ayam itu lagi-lagi diberikan dua helai kertas yang berbeda warnanya. Tetapi, kertas itu yang satu warnanya abu-abu tua yang mula-mula yang dipakai latihan dan yang satunya lagi lebih tua. Dari 85 kali percobaan, induk-induk ayam itu merespon 59 kali pada warna gelap yang baru.Menurut Kohler ayam tidak belajar merespon terhadap warna atau cahaya cerah nisbi. Para ahli psikologi kognitif percaya bahwa membuat peserta didik agar dapat belajar dengan baik yaitu disimpan dalam ingatan.
(c)                Aplikasi dalam Pembelajaran
Aplikasi pembelajaran dalam teori behaviorisme adalah sebagai berikut:        
1. Penerapan respondent conditioning ini dibuktikan lewat penelitian C. John Early (1968). Peserta didik kelas 4 SD disurvei menggunakan sosiometri. Survei ini bermaksud mengidentifikasi peserta didik  yang terasing dalam pergaulannya di kelas. Berdasarkan sosiogram, peserta didik yang terisolir diperlakukan sebagai kelompok eksperimen, sedangkan peserta didik yang tidak terisolir diperlakukan sebagai kelompok kontrol. Kedua kelompok peserta didik diberi tugas mempelajari sejumlah kalimat yang bernada positif dan kalimat yang bernada netral. Selanjutnya masing-masing kelompok diminta bermain secara bebas dengan tugas memasangkan nama dirinya dengan kalimat tertentu. Seperti “teman yang sangat menyenangkan” atau “teman yang periang” untuk kelompok eksperimen. Sedangkan untuk kelompok kontrol “teman yang biasa saja” atau “teman yang tidak istimewa”. Selama permainan guru melakukan pengamatan perilaku peserta didik pada situasi bermain bebas tersebut. Permainan ini dilakukan agar kelompok yang terisolir menjadi tidak terisolir lagi dan becampur oleh kelompok netral.
2. Penerapan operant conditioning dalam pendidikan dikemukakan oleh Fred Keller (1968) dengan judul kegiatan self-paced learning. Guru merancang mata pelajaran yang dilengkapi bahan bacaan untuk dikaji pebelajar. Ketika pebelajar siap diuji, ia menempuh tes agar lulus pada penggalan belajar yang telah ditempuhnya. Jika lulus, ia maju ke penggalan belajar berikutnya. Penerapan lainnya yaitu Apabila seorang murid SD/MI tidak mengerjakan PR (pekerjaan rumah), guru tidak dapat menghukumnya dengan cara berdiri dengan satu kaki di depan kelas karena guru harus terlebih dahulu mencari tahu mengapa murid tersebut tidak mengerjakan perkerjaan rumah (PR), dan penggunaan hukuman secara tidak tepat tidak akan berfungsi sebagai penguatan (reinforcement).
3. Observational learning dilakukan melalui mengamati teman sebaya, guru, dan orang lain dalam wujud belajar sosial melalui meniru atau modeling. model pembelajaran seperti ini pula disebut vicarious learning (belajar pengganti) dengan misal guru mendemonstrasikan senyuman manis kepada peserta didik yang menyerahkan tugas sekolah tepat waktu. Peserta didik lain melihat ekspresi lega peserta didik model dan mereka termotivasi untuk meniru dengan segera menyerahkan tugasya pula.
Sedangkan aplikasi pembelajaran dalam teori kognitif dalam buku productive thinking ( terbit anu-merta 1945) dari Max Werthiemer menguraikan penerapan konsep kognitif pada pemecahan masalah oleh subjek manusia. Dalam satu contoh, sekelompok anak diminta mencari luas sebuah jajar genjang. Satu-satunya pengalaman mereka yang sama ialah mencari dan empat panjang. Setelah beberapa kali mulai mencari dan salah hitung, beberapa anak memotong “segi tiga” pada satu ujung jajaran genjang dan menaruhkannya pada ujung yang lain, dengan demikian membentuk sebuah empat persegi panjang.
 


Mereka kemudian meneruskan memecahkan soal luas empat persegi panjang itu dengan cara lain. Mereka memotong gambar itu di tengah-tengah, membalikkan separuh yang satu, dan letakkan ujung-ujung diagonalnya bersama sehingga membentuk sebuah empat persegi panjang.
 

                                                                          


2.                  Menurut pendapat Saudara, manakah diantara 2 teori tersebut yang cocok diterapkan di SD/MI di Indonesia? Jelaskan dari sisi (a) kurikulum (b) kemampuan dasar guru (c) karakteristik peserta didik di Indonesia !
(a)               Dari Sisi Kurikulum
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum menurut teori behaviorisme, yaitu :
1.)                Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya.
2.)                Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak disekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
3.)                Kurikulum menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
4.)                Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Sedangkan belajar menurut teori kognitif guru berperan sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan, sedangkan siswa sebagai pengelola bahan pengajaran. Belajar menurut teori ini bukan menghafal, tetapi memecahkan masalah, sedangkan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak diharapkan pada berbagai permasalahan, merusmuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data yang diperlukan untuk memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah dirumuskan, dan pada akhirnya para siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan.
Kurikulum menganjurkan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang tidak terbatas pada kurikulum yang tersedia, tetapi juga kurikulum yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan para siswa. Belajar akan lebih berhasil jika dihubungkan dengan minat, perhatian, dan kebutuhan siswa. Dengan kata lain, keberhasilan belajar tidak seluruhnya ditentukan oleh kemampuan siswa, tetapi juga oleh minat, perhatian, dan kebutuhannya. Dalam kaitannya dengan hal ini, maka faktor motivasi sangat menetukan.
(b)               Dari Sisi Kemampuan Dasar Guru
Guru, di dalam menyelenggarakan proses pembelajaran yang mendidik dituntut untuk menguasai standar kompetensi guru. Menurut PP 19 Tahun 2005 pasal 28 ayat (3), standar kompetensi yang harus dikuasai seorang pendidik (guru) mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam penerapan teori belajar, guru hendaknya memperhatikan dulu kompetensi dasar yang hendak dicapai oleh siswa, indikator, deskriptor,dan bahan ajarnya. Mengajar disini bukan  hanya  sekedar menstrasfer ilmu kepada anak didiknya namun juga membimbing anak didiknya dalam mempelajari ilmu tersebut. Pelajaran yang mendidik harus dikelola berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun sebelum pembelajaran dilangsungkan.Implikasi pedagogik teori belajar behaviorisme (1) menekankan perubahan tingkah laku yang teramati dalam diri peserta didik (2) perubahan tingkah laku peserta didik dapat diperkuat melalui pemberian hadiah (positive reinforcement) atau dihentikan melalui pemberian hukuman oleh guru (3) pembelajaran dirancang berdasarkan kecenderungan tingkah laku peserta didik yang dapat diamati dan diukur (4) guru tidak perlu memperhatikan pengetahuan dasar yang dimiliki peserta didik sebelum pembelajaran berlangsung, dan bentuk perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Sedangkan implikasi pedagogik teori belajar kognitif (1) menekankan pada pemetaan dalam skema semua informasi atau pengetahuan yang diterima peserta didik melalui kegiatan belajarnya (2) informasi atau pengetahuan baru harus diakomodasikan atau asimilasi informasi peserta didik dalam skema kognitifnya (3) proses akomodasi atau asimilasi informasi atau pengetahuan baru tersebut dilakukan peserta didik dalam bentuk penolakan, atau penyesuaian bentuk.
(c)                Dari Sisi Karakteristik Peserta Didik di Indonesia
Karakter siswa saat ini cenderung malas mengingat/menghafal materi pelajaran karena “efek googling” yang dirasanya lebih efektif dari dari pada menumpuk teori memorinya. Siswa memilih jalan mudah dalam mengingat sebuah konsep. Karakter siswa Indonesia tidak terlalu berpikir proses namun lebih berorientasi hasil. Hal ini terlihat dari banyaknya siswa yang berusaha mendapatkan bocoran yang penting nilainya bagus.

Dari hal-hal diatas tentunya sangat sulit bila untuk menentukan teori belajar yang seperti apa yang harus diterapkan diindonesia. Sepertinya bukan masalah tentang teori yang mana, Karena hal yang paling penting yaitu dalam pembelajaran yang bagaimana teori tersebut akan diterapkan.


Referensi
Lapono, Nabisi. 2009. Belajar dan Pembelajaran SD 2 SKS. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan nasional.
Majid, Abdul. 2012. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. 2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi aksara.
Gredler, Margaret E. Bell. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali.

Selasa, 25 Februari 2014

Perkembangan Belajar Peserta Didik_ UAS





KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN DAN BELAJAR ANAK USIA SD SERTA PENTINGNYA MEMAHAMI PERKEMBANGAN BELAJAR ANAK USIA SD BAGI GURU SEKOLAH DASAR







Oleh

Widyaning Tyastutik
NIM 120210204032




PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER

2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia, rahmat, dan riski-Nya dengan rasa terima kasih karena telah terselesaikannya tugas pembuatan makalah ini judul “KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN DAN BELAJAR ANAK USIA SD SERTA PENTINGNYA MEMAHAMI PERKEMBANGAN BELAJAR ANAK USIA SD BAGI GURU SEKOLAH DASAR” dalam Mata Kuliah Perkembangan Belajar Perserta Didik.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik kata - kata maupun penulisan karena dalam hal ini kami dalam taraf  belajar yang mungkin masih banyak hal - hal yang perlu ada perbaikan. Maka dari itu saran maupun kritik yang membangun dari para pembaca,sangat penulis  harapkan..
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.Dan penulis mohon maaf apabila ada kata- kata yang kurang sesuai.


Jember, 10 Desember 2013


Penulis

 BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses pembelajaran di sekolah tidaklah mudah untuk diaplikasikan, guru sering dihadapkan dengan berbagai macam masalah termasuk di dalamnya dalam menentukan bahan ajar, metode, teknik dan media yang sesuai dengan karakter siswa. Yang menjadi masalah adalah, bahwa kenyataan di sekolah terdapat berbagai macam karakteristik siswa.
Setiap peserta didik memiliki karakter dan gaya belajar yang berbeda-beda. Sebagian dari peserta didik memiliki otak yang mampu menyerap banyak informasi sekaligus, namun ada juga yang hanya mampu menyerap dan memproses info sedikit demi sedikit. Ada yang mampu menyimpan dan mengeluarkan kembali informasi dalam otak dengan cepat sementara ada yang melakukan hal tersebut dengan lambat. Disadari atau tidak, banyak peserta didik yang merasa “terluka” secara emosional . merasa gagal, dan tidak berarti ketika harus menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak bisa memenuhi harapan orang- orang yang ada disekelilingnya. Atau bahkan tidak mampu memenuhi harapan dan tuntutan orang tua terutama dibidang akademis. Dalam hal ini, guru sebagai fasilitator harus dapat memahami karakter dan gaya belajar peserta didik.
Pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Sebagai  implikasinya pendidik tidak mungkin memberi perlakuan sama kepada setiap peserta didik. untuk mentotalitaskan potensi yang dimilikinya maka  pendidik memerlukan adanya pemahaman karakter peserta didik khususnya anak usia SD. Maka dari itu penulis memilih judul “KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN DAN BELAJAR ANAK USIA SD SERTA PENTINGNYA MEMAHAMI PERKEMBANGAN BELAJAR ANAK USIA SD BAGI GURU SEKOLAH DASAR”




1.2  Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1        Bagaimanakah karakteristik perkembangan anak usia SD ?
1.2.2        Bagaimanakah macam-macam gaya belajar yang dimiliki peserta didik yang mempengaruhi pembelajaran yang efektif?
1.2.3        Bagaimanakah  pentingnya memahami perkembangan belajar anak usia SD bagi guru SD ?


1.3   Tujuan
Berdasarkan  pada butir – butir  rumusan masalah, maka makalah ini bertujuan sebagai berikut :
1.3.1        Menjelaskan karakteristik perkembangan anak usia SD.
1.3.2        Menjelaskan macam-macam gaya belajar yang dimiliki peserta didik yang mempengaruhi pembelajaran yang efektif.
1.3.3        Menjelaskan pentingnya memahami perkembangan belajar anak usia SD bagi guru SD.


1.4  Manfaat
Berdasarkan tujuan penulisan,maka makalah ini bermanfaat sebagai berikut :
1.4.1        Mengetahui karakeristik perkembangan anak usia SD.
1.4.2        Mengetahui macam-macam gaya belajar yang dimiliki peserta didik yang mempengaruhi pembelajaran yang efektif.
1.4.3        Mengetahui pentingnya memahami perkembangan belajar anak usia SD bagi guru SD.


BAB 2. PEMBAHASAN
Karakteristik anak usia sd ( siswa) merupakan semua watak yang nyata dan timbul dalam suatu tindakan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dengan demikian karena watak dan perbuatan manusia yang tidak akan lepas dari kodrat, dan sifat, serta bentuknya yang berbeda-beda, maka bentuk dan karakter  siswa menjadi berbeda sesuai dengan keadaan pribadinya.
2.1 Karakteristik Perkembangan  Anak Usia SD
Masuk SD Kelas 1 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan setiap anak,sehingga dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap dan perilakunya. Sementara anak menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan sosial di sekolah,kebanyakan anak berada dalam keadaan tidak seimbang (disequilibrium). Karakteristik atau ciri-ciri periode masa anak akhir dengan memperhatikan sebutan yang digunakan orang tua,pendidik maupun psikolog perkembangan anak.
Orang tua menyebut masa usia anak SD ,dengan sebutan :
1.      Usia yang menyulitkan.karena anak pada masa ini lebih dipengaruhi oleh teman –teman sebaya daripada oleh orang tuanya sehingga sulit bahkan tidak mau lagi menuruti perintah orang tuanya.
2.      Usia tidak rapi. kebanyakan anak pada masa ini juga kurang memperhatikan dan tidak bertanggung jawab terhadap pakaian dan benda-benda miliknya sehingga anak tidak terlalu memperhatikan penampilannya.
3.      Usia bertengkar .anak kelihatan saling mengejek dan bertengkar dengan saudara-saudaranya.
Pendidik menyebut masa usia anak SD ,dengan sebutan :
1.      Usia Kritis dalam dorongan berprestasi. Dorongan berprestasi membentuk kebiasaan pada anak untuk mencapai sukses . hal ini cenderung menetap hingga dewasa .apabila anak mengembangkan kebiasaan untuk belajar atau bekerja sesuai di bawah atau di atas kemampuannya, maka kebiasaan ini akan menetap dan cenderung mengenai semua bidang kehidupan anak,baik dalam bidang akademik maupun bidang lainnya.
Psikolog  menyebut masa usia anak SD ,dengan sebutan :
1.      Usia Berkelompok.Pada usia ini perhatian anak tertuju pada keinginan diterima oleh teman – teman sebaya sebagai anggota kelompoknya. dalam berpakaian, dan berperilaku.
2.      Usia penyesuaian diri. Anak berusaha menyesuaikan diri dengan standar yang berlaku dalam kelompok,misalnya dalam berbicara ,penampilan dalam berpakaian dan berperilaku.
3.      Usia Kreatif .kecenderungan kreatif perlu mendapat bimbingan dan  dukungan dari guru maupun orang tua sehingga berkembang menjadi tindakan kreatif yang positif dan orisinal ,tidak negatif dan sekedar meniru tindakan kreatif orang atau anak lain .
4.      Usia bermain .minat dan kegiatan bermain anak SD semakin meluas dengan lingkungan yang lebih bervariasi .mereka tidak hanya bermain dilingkungan rumah saja, tetapi meluas dengan lingkungan dan teman – teman di sekolah.

2.1.1        Bentuk –Bentuk karakteristik siswa SD
1.      Senang bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru sd seyogiyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti ipa, matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau seni budaya dan keterampilan
2.      Senang bergerak,
Orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
3.      Anak senang bekerja dalam kelompok.
Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
4.      Senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang solat jikalangsung dengan prakteknya
2.1.2 Perkembangan Anak Usia SD
1.Pertumbuhan Fisik atau Jasmani
Perkembangan tinggi badan setiap peserta didik usia SD dapat berbeda- beda,tetapi pola pertumbuhan tinggi tubuh mereka mengikuti aturan/pola yang sama.ketika anak berusia lima tahun,tinggi tubuhnya sudah dua kali dari tinggi/panjang tubuh saat ia lahir.setelah itu melambat kira-kira 7cm setiap tahun,dan pada usia 12/13 tahun tinggi anak sudah mencapai 150 cm.pada akhir usia SD dan anak memasuki masa puber,pertumbuhan anak laki-laki lebih lambat daripada anak perempuan.namun setelah itu terjadi pertambahan tinggi yang cepat sehingga pada akhir remaja biasanya laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.Perkembangan berat tubuh peserta didik yang normal pada usia lima tahun akan memiliki berat tubuh sekitar lima kali berat ketika dilahirkan.pada anak usia 10-12 tahun beratnya sekitar 35-40 kg.
Selain perkembangan ukuran tinggi dan berat terjadi pula pertumbuhan tulang,gigi,otot,dan lemak.pertumbuhan tulang pada peserta didik usia SD cenderung lambat dibandingkan pada masa awal remaja. Penggantian gigi susu menjadi gigi tetap terjadi pada peserta diusia SD menjadi peristiwa penting karena mengandung kemungkinan besar mempengaruhi perilaku anak.
Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda satu sama lain, sekalipun anak-anak tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam kondisi ekonomi yang relatif sama pula. Sedangkan pertumbuhan anak-anak berbeda ras juga menunjukkan perbedaan yang menyolok. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-lain.
 Nutrisi dan kesehatan amat mempengaruhi perkembangan fisik anak. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi lamban, kurang berdaya dan tidak aktif. Sebaliknya anak yang memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang menunjang, perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak.
Olahraga juga merupakan faktor penting pada pertumbuhan fisik anak. Anak yang kurang berolahraga atau tidak aktif sering kali menderita kegemukan atau kelebihan berat badan yang dapat mengganggu gerak dan kesehatan anak.

2.Perkembangan Intelektual dan Emosional
Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor utama, antara lain kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan pembinaan orang tua. Akibat terganggunya perkembangan intelektual tersebut anak kurang dapat berpikir operasional, tidak memiliki kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam berkomunikasi dengan teman-temannya.Menurut Piaget, usia SD masuk pada tahap operasional konkret,karena:
 Anak mampu berpikir logis
 Memahami konsep percakapan
 Mengorganisasikan objek ke dalam klasifikasi
 Mampu mengingat, memahami dan memecahkan masalah yg bersifat konkret
Perkembangan emosional berbeda satu sama lain karena adanya perbedaan jenis kelamin, usia, lingkungan, pergaulan dan pembinaan orang tua maupun guru di sekolah. Perbedaan perkembangan emosional tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya, etnik dan bangsa. Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa takut dan faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh. Namun sering kali juga adanya tindakan orang tua yang sering kali tidak dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya sangat dimanjakan, terlalu banyak larangan karena terlalu mencintai anaknya. Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka menekan dan selalu menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat mempengaruhi keseimbangan emosional anak. Perlakuan saudara serumah (kakak-adik), orang lain yang sering kali bertemu dan bergaul juga memegang peranan penting pada perkembangan emosional anak.
Dalam mengatasi berbagai masalah yang sering kali dihadapi oleh orang tua dan anak, biasanya orang tua berkonsultasi dengan para ahli, misalnya dokter anak, psikiatri, psikolog dan sebagainya. Dengan berkonsultasi tersebut orang tua akan dapat melakukan pembinaan anak dengan sebaik mungkin dan dapat menghindarkan segala sesuatu yang dapat merugikan bahkan memperlambat perkembangan mental dan emosional anak.Stres juga dapat disebabkan oleh penyakit, frustasi dan ketidakhadiran orang tua, keadaan ekonomi orang tua, keamanan dan kekacauan yang sering kali timbul. Sedangkan dari pihak orang tua yang menyebabkan stres pada anak biasanya kurang perhatian orang tua, sering kali mendapat marah bahkan sampai menderita siksaan jasmani, anak disuruh melakukan sesuatu di luar kesanggupannya menyesuaikan diri dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta berbagai pengalaman yang bersifat positif selama anak melakukan berbagai aktivitas dalam masyarakat.

3. Perkembangan Bahasa
Bahasa telah berkembang sejak anak berusia 4 – 5 bulan. Orang tua yang bijak selalu membimbing anaknya untuk belajar berbicara mulai dari yang sederhana sampai anak memiliki keterampilan berkomunikasi dengan mempergunakan bahasa. Oleh karena itu bahasa berkembang setahap demi setahap sesuai dengan pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan orang tua membimbing anaknya.Pada peserta didik di usia SD terjadi perkembangan bahasa diantaranya yaitu
Bertambahnya kosa kata
Memperkaya perbendaharaan kata
Menghubungkan kalimat yang satu dengan yang lain dan menghasilkan deskripsi serta narasi cerita
Keahlian membaca mulai berkembang
Anak perempuan berbicara lebih banyak daripada laki-laki
Fungsi dan tujuan berbicara antara lain: (a) sebagai pemuas kebutuhan, (b) sebagai alat untuk menarik orang lain, (c) sebagai alat untuk membina hubungan sosial, (d) sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri, (e) untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain, (f) untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
Potensi anak berbicara didukung oleh beberapa hal. Yaitu: (a) kematangan alat berbicara, (b) kesiapan mental, (c) adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak, (d) kesempatan berlatih, (e) motivasi untuk belajar dan berlatih dan (f) bimbingan dari orang tua.
Di samping adanya berbagai dukungan tersebut juga terdapat gangguan perkembangan berbicara bagi anak, yaitu: (a) anak cengeng, (b) anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.

4. Perkembangan Moral, Sosial, dan Sikap
Orang tua sangat dianjurkan bahwa selain memberikan bimbingan juga harus mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam masyarakat dengan tepat, dan dituntut menjadi teladan yang baik bagi anak, mengembangkan keterampilan anak dalam bergaul dan memberikan penguatan melalui pemberian hadiah kepada ajak apabila berbuat atau berperilaku yang positif.Terdapat bermacam hadiah yang sering kali diberikan kepada anak, yaitu yang berupa materiil dan non materiil. Hadiah tersebut diberikan dengan maksud agar pada kemudian hari anak berperilaku lebih positif dan dapat diterima dalam masyarakat luas.
Fungsi hadiah bagi anak, antara lain: (a) memiliki nilai pendidikan, (b) memberikan motivasi kepada anak, (c) memperkuat perilaku dan (d) memberikan dorongan agar anak berbuat lebih baik lagi.Fungsi hukuman yang diberikan kepada anak adalah: (a) fungsi restruktif, (b) fungsi pendidikan, (c) sebagai penguat motivasi.Syarat pemberian hukuman adalah: (a) segera diberikan, (b) konsisten, (c) konstruktif, (d) impresional artinya tidak ditujukan kepada pribadi anak melainkan kepada perbuatannya, (e) harus disertai alasan, (f) sebagai alat kontrol diri, (g) diberikan pada tempat dan waktu yang tepat.


2.2      Macam-Macam Gaya Belajar Peserta Didik
Identifikasi cara belajar anak dapat kita ketahui dengan cara mengenalkan pada anak tentang cara belajar sesuai dengan "gaya belajarnya", apakah secara visual (gambar), kinestetik (gerak), atau auditif (suara). Dengan begitu, akan mempermudah anak menyerap pelajaran yang diterimanya. Berikut penjelasannya:    
1.Visual
          Penglihatan anak dengan gaya belajar visual relatif lebih tajam.Ia cenderung mengekspresikan sesuatu lewat gerakan tubuh, misalnya geleng-geleng kepala untuk mengatakan "tidak", atau mengangguk untuk mengatakan "ya". Dia menyukai cara belajar dengan peragaan. Sebaliknya, dia bukan pendengar yang baik, jadi kurang bisa menangkap informasi yang diberikan secara lisan.
Solusi:
Anak-anak dengan gaya belajar visual membutuhkan bukti konkret. Orangtua/guru bisa mengenalkan huruf dan angka disertai gambar-gambar yang menarik. Aktivitas belajar dengan cara ini mudah ditangkap anak sebab gambar-gambar yang menarik akan diserapnya dengan cepat. Contoh, gunakan gambar yang digunting dari majalah kemudian sebutkan kata-kata yang dimulai dengan huruf tertentu seperti huruf "a" untuk "ayam", "apel", dan sebagainya. Atau buat potongan huruf-huruf dan minta anak mencari bentuk yang sama. Agar anak mudah memahami huruf yang dimaksud, orangtua bisa mengasosiasikannya dengan benda-benda tertentu yang sudah akrab dengan kehidupan anak. Misal, angka satu seperti tongkat atau huruf "b" punya perut gendut seperti badut, dan sebagainya.
2.Auditif
         Anak dengan gaya belajar auditori lebih mudah menyerap pelajaran dengan cara mendengar.Anak cenderung senang berkomunikasi dengan orang lain, dia dibilang sebagai pendengar yang ulung. Dia juga mampu mengingat dengan baik penjelasan yang diberikan.
Solusi:
Bila auditifnya yang kuat, materi pelajaran bisa disampaikan lewat informasi pada pendengarannya. Semisal dengan sering-sering mendengarkan atau menyanyikan lagu-lagu tentang angka maupun huruf. Karena mengandalkan pendengaran, bisa juga dengan cara merekam suara, kemudian memperdengarkan melalui tape recorder. Atau cara lain misalnya dengan membacakan dongeng atau cerita.
3. Kinestetik (gerak)
Anak mengandalkan gerak tubuh, selalu ingin bergerak dan sulit untuk bersikap tenang. Dia menyukai permainan dan aktivitas fisik, suka menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya. Akan tetapi dia sulit menguasai hal-hal abstrak seperti simbol dan lambang. Sering mengerjakan sesuatu dengan tangannya.Lalu, praktik dan percobaan sederhana sangat disukainya.
Solusi:
Dengan mengenalkan aneka permainan fisik yang mengasah kemampuan kinestetik. Ajarkan sambil bermain kuas/pensil untuk membentuk huruf maupun angka. Latihan semacam ini sekaligus juga dapat melatih motorik halusnya.
Belajar juga bisa dengan menyanyi dan menari. Semisal dengan mengajari anak mengenai angka sambil bernyanyi, "Dua mata saya, hidung saya satu..." Jangan lupa, saat menyanyikan lagu tersebut hendaknya orangtua ikut menunjuk anggota tubuh yang dimaksud. Mintalah anak untuk melakukan hal yang sama.
Belajar lewat bermain peran juga bermanfaat. Yang pasti, saat belajar, anak-anak kinestetik membutuhkan jeda yang lebih sering daripada anak-anak dengan dua gaya belajar sebelumnya, sebab umumnya mereka cepat bosan.
Belajar beberapa puluh menit saja sudah membuatnya gelisah.
Cara mengajarkan pada setiap anak berbeda, sesuai dengan kemampuan masing-masing yang menonjol. Tapi yang terbaik adalah menstimulasinya melalui gabungan semua aspek. Soalnya, semakin banyak panca indra yang digunakan, semakin besar pula kemungkinan pemahaman anak akan angka dan huruf.       


2.3       Pentingnya Memahami Perkembangan Belajar Anak Usia SD Bagi Guru Sekolah Dasar
Dengan mempelajari perkembangan peserta didik kita akan memperoleh beberapa keuntungan.
1.                  Kita akan mempunyai ekspektasi yang nyata tentang peserta didik, misalnya akan diketahui pada umur berapa peserta didik mulai berbicara dan mulai mampu berpikir abstrak atau akan diketahui pula pada umur berapa peserta didik tertentu akan memperoleh keterampilan perilaku dan emosi khusus.
2.                   Pengetahuan tentang perkembangan peserta didik akan membantu kita untuk merespons sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu dari peserta didik. Bila seorang peserta didik dari Taman Kanak-Kanak tidak mau sekolah lagi karena diganggu temannya, apa yang harus dilakukan oleh guru dan orang tuanya? Bila peserta didik selalu ingin merebut mainan temannya apakah dibiarkan saja? Pemahaman kita tentang perkembangan peserta didik akan membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan menunjukkan sumber-sumber jawaban serta pola-pola peserta didik mengenai pikiran, perasaan dan perilakunya.
3.                  Pemahaman tentang perkembangan peserta didik akan membantu mengenali berbagai penyimpangan dari perkembangan yang normal. Bila peserta didik umur dua tahun belum berceloteh (banyak bicara) apakah dokter dan guru harus mengkhawatirkannya? Bagaimana bila hal itu terjadi pada peserta didik umur tiga atau empat tahun? Apa yang perlu dilakukan bila remaja umur lima belas tahun tidak mau lagi sekolah karena keinginannya yang berlebihan yaitu ingin melakukan sesuatu yang menunjukkan sikap “jagoan”? Jawaban akan lebih mudah diperoleh apabila kita mengetahui apa yang biasanya terjadi pada peserta didik.
4.                  Dengan mempelajari perkembangan peserta didik akan membantu memahami diri sendiri. Dengan kata lain pengetahuan ini akan membantu kita memahami apa yang kita alami sendiri, misalnya mengapa masa puber kita lebih awal atau lebih lambat dibandingkan dengan teman- teman lain.
Berikut ini adalah beberapa hal yang mendasari pentingnya mempelajari perkembangan peserta didik :
v  Masa Perkembangan Yang Cepat
Pada peserta didik terjadi pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan perubahan-perubahan yang dialami makluk lain. Perubahan fisik, misalnya pada tahun pertama lebih cepat dari pada tahun-tahun berikutnya. Hal yang sama terjadi juga pada perubahan yang menyangkut interaksi sosial, perolehan dan penggunaan bahasa, kemampuan mengingat serta berbagai fungsi lainnya.
v  Pengaruh Pengalaman Sebelumnya
Alasan lainnya mengapa mempelajari peserta didik ialah bahwa peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman pada tahun-tahun awal menunjukkan pengaruh yang lama dan kuat terhadap perkembangan individu pada masa-masa berikutnya. Kebanyakan ahli teori psikologi berpendapat bahwa apa yang terjadi hari-ini sangat banyak ditentukan oleh perkembangan kita sebagai peserta didik.
v  Proses yang kompleks
Sebagai peneliti yang mencoba memahami perilaku orang dewasa yang kompleks, berpendapat bahwa mengkaji tentang bagaimana perilaku itu pada saat masih sederhana akan sangat berguna. Misalnya ialah bahwa kebanyakan orang dapat membuat kalimat yang panjang dan dapat mengerti oleh orang lain. Manusia mampu berkomunikasi dari cara yang sederhana sampai yang kompleks karena bahasa yang dipergunkana mengikuti aturan-aturan tertentu. Tetapi menentukan apa aturan itu dan bagaimana menggunakan adalah sulit. Suatu pendekatan terhadap masalah ini adalah dengan mempelajari proses kemampuan berbahasa. Peserta didik membentuk kalimat yang hanya terdiri atas satu atau dua kata, kalimat itu muncul dengan mengikuti aturan yang diajarkan orang dewasa. Dengan mengkaji kalimat pertama tersebut para peneliti bahasa bertambah wawasannya tentang mekanisme cara berbicara orang dewasa yang lebih kompleks.
v  Nilai yang ditempatkan
Kebanyakan ahli psikologi perkembangan melakukan penelitiannya untuk mengkaji pertanyaan-pertanyaan atau fenomena yang mengemuka di masyarakat. Misalnya penelitian tentang tahap awal perkembangan sosial yang secara relevan berkaitan dengan orang tua tentang peranannya dalam kehidupannya sehari-hari, penelitian tentang strategi pemecahan masalah pada peserta didik akan memberikan informasi berharga mengenai metode mengajar yang baik. Hasil dari penelitian atau pengkajian teoritis dapat secara langsung atau tidak dapat mempengaruhi pola pendidikan atau pembelajaran.
v  Masalah yang menarik
Peserta didik merupakan makhluk yang mengagumkan dan penuh teka-teki serta menarik untuk dikaji. Kemudahan peserta didik umur dua taknik untuk mempelajari bahasa ibunya dan kreativitas peserta didik untuk bermain dengan temannya merupakan dua hal dari karakteraktik yang sedang berkembang. Misalnya banyak lagi hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan peserta didik yang merupakan misteri dan menarik. Dalam hal ini ilmu pengetahuan lebih banyak menjumpai pertanyaan-pertanyaan dari pada jawabannya.
Mempelajari perkembangan peserta didik sangatlah penting, Dengan mempelajari perkembangan peserta didik kita akan memperoleh beberapa keuntungan diantaranya kita dapat mengukur sejauh mana perkembangan yang telah di capai peserta didik selama kita mengajar. Perbedaan-perbedaan individual pada setiap peserta didik perlu dipahami oleh guru sebagai dasar untuk menyusun strategi-strategi yang akan diterapkan pada pembelajaran.

















BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1)                  Karakteristik anak sekolah dasar yaitu Senang bermain,Senang bergerak, Anak senang bekerja dalam kelompok, dan Senang melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar meliputi 1.Pertumbuhan Fisik atau Jasmani, 2.Perkembangan Intelektual dan Emosional, 3. Perkembangan Bahasa. 4. Perkembangan Moral, Sosial, dan Sikap.
2)                  Gaya Belajar yang dimiliki peserta didik yang mempengaruhi pembelajaran yang Efektif meliputi:1.Visual (gambar) englihatan anak dengan gaya belajar visual relatif lebih tajam, 2.Auditif (suara) anak dengan gaya belajar auditori lebih mudah menyerap pelajaran dengan cara mendengar,dan 3. Kinestetik (gerak) anak mengandalkan gerak tubuh, selalu ingin bergerak dan sulit untuk bersikap tenang.
3)                  Mempelajari perkembangan peserta didik sangatlah penting, Dengan mempelajari perkembangan peserta didik kita akan memperoleh beberapa keuntungan diantaranya kita dapat mengukur sejauh mana perkembangan yang telah di capai peserta didik selama kita mengajar. Perbedaan-perbedaan individual pada setiap peserta didik perlu dipahami.

3.2. Saran
1)                  Setiap Guru di SD harus mengenali karakteristik dan perkembangan peserta didiknya. setiap peserta didik perkembangannya berbeda-beda .Dan ketika awal masuk sekolah  kelas terdiri dari peserta didik yang berasal dari TK yang berbeda. diharapkan guru SD mampu menyamaratakan perkembangan kognitif anak ketika anak baru memasuki kelas 1 Sekolah Dasar.Agar untuk pembelajaran selanjutnya tingkat kemampuan peserta didik sama,sehingga memudahkan Guru dalam memberikan materi.
2)                  Guru Sekolah Dasar dalam memberikan materi  kepada peserta didik sebaiknya tidak hanya dengan menggunakan 1 gaya belajar saja .karena tidak semua peserta didik mampu menerima gaya belajar tersebut dengan baik. Jadi dalam memberikan materi guru melibatkan atau menggunakan semua gaya belajar.
3)                  Dengan memahami karakteristik perkembangan dan belajar anak usia Sekolah Dasar. Guru  akan lebih bisa mengoptimalkan dalam mengajar siswa. Misalnya karena Guru memahami karakteristik kelas rendah,maka dalam mengajarkan materi guru tidak akan melibatkan peserta didik untuk duduk rapi dalam waktu yang lama karena salah satu karakteristik anak usia Sekolah Dasar yaitu senang bergerak.Memahami karakteristik perkembangan dan belajar usia Sekolah Dasar oleh guru sebagai dasar untuk menyusun strategi-strategi yang akan diterapkan pada pembelajaran.

 DAFTAR PUSTAKA

Kurnia,Ingridwati.,dkk.2007.Perkembangan Belajar Peserta Didik.jakarta: Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi  Departemen Pendidikan Nasional.
Izzaty,  Rita Eka, dkk.2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press
Hawadi, Reni Akbar. 2001. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
http://aminnatul-widyana.blogspot.com/2011/07/perkembangan-dan-cara-belajar-anak.html