Kamis, 27 Februari 2014

Belajar dan Pembelajaran SD _ Tugas UTS

NAMA: WIDYANING TYASTUTIK
NIM: 120210204032
KELAS: D


1.                  Apa perbedaan prinsip antara teori belajar kognitif dengan teori behavioristik? Jelaskan dari sisi (a) definisinya (b) subjek research (c) aplikasi dalam pembelajaran !
Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. (Margaret E. Bell Gredler, 1991: 1). Meskipun banyak perubahan perilaku manusia, tidak semua perubahan perilaku manusia dapat dikategorikan atau memiliki kualitas untuk disebut belajar, sebab ada perubahan perilaku sebagai hasil dari kematangan (maturation), yakni perubahan perilaku sebagai hasil dari dari hasil proses pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development) manusia. Kendati banyak sekali teori yang menjelaskan soal belajar, namun pada prinsipnya teori tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua aliran besar psikologi yakni teori belajar behavioristik dan teori belajar kognitif.
(a)               Dari Sisi Definisinya
            Menurut psikologi behavioristik, belajar adalah perubahan dalam tingkah laku dan cara seseorang berbuat pada situasi tertentu. Teori behaviorisme menguraikan teori belajar menjadi 3 jenis yaitu (1) respondent conditioning merupakan perilaku individu merespon rangsangan belajar yang dirasakannya (2) operant conditioning merupakan perilaku individu untuk merespon ransangan belajar yang diterimanya melalui proses penguatan (reiforcement) (3) observational learning merupakan perilakku meniru perilaku individu lain yang ada disekitarnya.
            Sedangkan menurut psikologi kognitif berpandangan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat  diamati secara langsung, sementara perubahan tingkah laku dan perbuatan seseorang dalam situasi tertentu merupakan refleksi dari perubahan internal. Teori ini memandang manusia sebagai makhluk yang selalu aktif mencari dan menyeleksi informasi untuk diproses. Teori ini dibagi menjadi  (1) perkembangan kognitif, teori ini dikemukakan oleh Jean Peaget, yang memandang individu sebagai struktur kognitif, peta mental, skema atau jaringan konsep guna memahami dan menanggapi pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan (2) kognisi Sosial, teori ini dikembangkan oleh L.S Vygotsky, yang didasari oleh pemikiran bahwa budaya berperan penting dalam belajar seseorang (3) pemrosesan informasi berdasarkan riset linguistik, psikolpgi, antropologi dan ilmu komputer, dikembangkan model berpikir.

(b)               Dari Sisi Subjek Researchnya
Teori Behaviorisme :
1.    Respondent Conditioning
Peserta didik disebut respondent, yang dipancing reaksinya atas lingkungan.
Fisiologi Pavlov (1849- 936) mengkaji  stimuli  (rangsangan tak bersyarat ) yang secara spontan memanggil respon. Penelitian Pavlov yang memperdengarkan bunyi garpu tala segera sebelum menyodorkan daging kepada seekor anjing . Air liur akan keluar jika ada daging. Setelah diulang beberapa kali, bunyi saja dapat mengeluarkan air liur pada binatang itu tanpa ada daging.
2.    Operant Conditioning
Peserta didik disebut operants, yang dipancing aksi intrumentalnya pada lingkungan. Istilah konsekuensi yang menguatkan (reinforcing consequence), dan penguatan (reinforcement) digunakan sebagai pengganti untuk istilah ganjaran (reward).
3.    Observational Learning
Eksperiment Kondisioning dengan Bayi. Watson menerapkan kondisioning refleks pada respon emosional bayi-bayi. Subjek penelitiannya ialah bayi-bayi yang tinggal di rumah sakit sampai usia kira-kira 2 tahun. Dalam eksperimen Watson dengan Albert, reaksi takut anak usia 11 bulan itu dikondisikan dengan beberapa objek yang berbulu lembut. Reaksi itu mula-mula dikondisikan dengan pandangan atas seekor tikus putih. Selama beberapa kali percobaan, pemunculan tikus itu dibuat berpasangan dengan bunyi pukulan palu pada batang besi. Pada percobaan pertama ( membuat pasangan stimulus), bayi itu melompat keras, dan pada kali yang kedua ia mulai menangis. Pada percobaan yang kedelapan, tikus putih saja cukup bisa membuat bayi menangis dan merangkak lari. Lima hari kemudian, reaksi takut itu juga muncul sebagai respons atas seekor kelinci yang berwarna putih. Objek-objek yang tidak berbulu, seperti balok mainan anak, tidak menimbulkan respon takut, akan tetapi reaksi takut yang ringan terjadi sebagai respon atas anjing dan baju bulu anjing laut. Respon emosional anak telah dipindahkan ke binatang-binatang dan benda-benda berbulu, dan itu bertahan lebih dari sebulan. Teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu  tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan lingkungan. Belajar pada dasarnya upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respons sebanyak-banyaknya.
Sedangkan Teori Kognitif ditunjukan dalam penelitian persepsi warna oleh Wolfgang Kohler(1928-1929). Dalam penelitian ini kepada ayam-ayam diberikan biji padi-padian dalam jumlah yang sama pada dua helai kertas yang warnanya berbeda, akan tetapi, ayam-ayam itu hanya diperbolehkan makan dari kertas yang warnanya lebih gelap. Setelah dilatih, ayam-ayam itu lagi-lagi diberikan dua helai kertas yang berbeda warnanya. Tetapi, kertas itu yang satu warnanya abu-abu tua yang mula-mula yang dipakai latihan dan yang satunya lagi lebih tua. Dari 85 kali percobaan, induk-induk ayam itu merespon 59 kali pada warna gelap yang baru.Menurut Kohler ayam tidak belajar merespon terhadap warna atau cahaya cerah nisbi. Para ahli psikologi kognitif percaya bahwa membuat peserta didik agar dapat belajar dengan baik yaitu disimpan dalam ingatan.
(c)                Aplikasi dalam Pembelajaran
Aplikasi pembelajaran dalam teori behaviorisme adalah sebagai berikut:        
1. Penerapan respondent conditioning ini dibuktikan lewat penelitian C. John Early (1968). Peserta didik kelas 4 SD disurvei menggunakan sosiometri. Survei ini bermaksud mengidentifikasi peserta didik  yang terasing dalam pergaulannya di kelas. Berdasarkan sosiogram, peserta didik yang terisolir diperlakukan sebagai kelompok eksperimen, sedangkan peserta didik yang tidak terisolir diperlakukan sebagai kelompok kontrol. Kedua kelompok peserta didik diberi tugas mempelajari sejumlah kalimat yang bernada positif dan kalimat yang bernada netral. Selanjutnya masing-masing kelompok diminta bermain secara bebas dengan tugas memasangkan nama dirinya dengan kalimat tertentu. Seperti “teman yang sangat menyenangkan” atau “teman yang periang” untuk kelompok eksperimen. Sedangkan untuk kelompok kontrol “teman yang biasa saja” atau “teman yang tidak istimewa”. Selama permainan guru melakukan pengamatan perilaku peserta didik pada situasi bermain bebas tersebut. Permainan ini dilakukan agar kelompok yang terisolir menjadi tidak terisolir lagi dan becampur oleh kelompok netral.
2. Penerapan operant conditioning dalam pendidikan dikemukakan oleh Fred Keller (1968) dengan judul kegiatan self-paced learning. Guru merancang mata pelajaran yang dilengkapi bahan bacaan untuk dikaji pebelajar. Ketika pebelajar siap diuji, ia menempuh tes agar lulus pada penggalan belajar yang telah ditempuhnya. Jika lulus, ia maju ke penggalan belajar berikutnya. Penerapan lainnya yaitu Apabila seorang murid SD/MI tidak mengerjakan PR (pekerjaan rumah), guru tidak dapat menghukumnya dengan cara berdiri dengan satu kaki di depan kelas karena guru harus terlebih dahulu mencari tahu mengapa murid tersebut tidak mengerjakan perkerjaan rumah (PR), dan penggunaan hukuman secara tidak tepat tidak akan berfungsi sebagai penguatan (reinforcement).
3. Observational learning dilakukan melalui mengamati teman sebaya, guru, dan orang lain dalam wujud belajar sosial melalui meniru atau modeling. model pembelajaran seperti ini pula disebut vicarious learning (belajar pengganti) dengan misal guru mendemonstrasikan senyuman manis kepada peserta didik yang menyerahkan tugas sekolah tepat waktu. Peserta didik lain melihat ekspresi lega peserta didik model dan mereka termotivasi untuk meniru dengan segera menyerahkan tugasya pula.
Sedangkan aplikasi pembelajaran dalam teori kognitif dalam buku productive thinking ( terbit anu-merta 1945) dari Max Werthiemer menguraikan penerapan konsep kognitif pada pemecahan masalah oleh subjek manusia. Dalam satu contoh, sekelompok anak diminta mencari luas sebuah jajar genjang. Satu-satunya pengalaman mereka yang sama ialah mencari dan empat panjang. Setelah beberapa kali mulai mencari dan salah hitung, beberapa anak memotong “segi tiga” pada satu ujung jajaran genjang dan menaruhkannya pada ujung yang lain, dengan demikian membentuk sebuah empat persegi panjang.
 


Mereka kemudian meneruskan memecahkan soal luas empat persegi panjang itu dengan cara lain. Mereka memotong gambar itu di tengah-tengah, membalikkan separuh yang satu, dan letakkan ujung-ujung diagonalnya bersama sehingga membentuk sebuah empat persegi panjang.
 

                                                                          


2.                  Menurut pendapat Saudara, manakah diantara 2 teori tersebut yang cocok diterapkan di SD/MI di Indonesia? Jelaskan dari sisi (a) kurikulum (b) kemampuan dasar guru (c) karakteristik peserta didik di Indonesia !
(a)               Dari Sisi Kurikulum
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum menurut teori behaviorisme, yaitu :
1.)                Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya.
2.)                Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak disekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
3.)                Kurikulum menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
4.)                Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Sedangkan belajar menurut teori kognitif guru berperan sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan, sedangkan siswa sebagai pengelola bahan pengajaran. Belajar menurut teori ini bukan menghafal, tetapi memecahkan masalah, sedangkan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak diharapkan pada berbagai permasalahan, merusmuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data yang diperlukan untuk memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah dirumuskan, dan pada akhirnya para siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan.
Kurikulum menganjurkan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang tidak terbatas pada kurikulum yang tersedia, tetapi juga kurikulum yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan para siswa. Belajar akan lebih berhasil jika dihubungkan dengan minat, perhatian, dan kebutuhan siswa. Dengan kata lain, keberhasilan belajar tidak seluruhnya ditentukan oleh kemampuan siswa, tetapi juga oleh minat, perhatian, dan kebutuhannya. Dalam kaitannya dengan hal ini, maka faktor motivasi sangat menetukan.
(b)               Dari Sisi Kemampuan Dasar Guru
Guru, di dalam menyelenggarakan proses pembelajaran yang mendidik dituntut untuk menguasai standar kompetensi guru. Menurut PP 19 Tahun 2005 pasal 28 ayat (3), standar kompetensi yang harus dikuasai seorang pendidik (guru) mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam penerapan teori belajar, guru hendaknya memperhatikan dulu kompetensi dasar yang hendak dicapai oleh siswa, indikator, deskriptor,dan bahan ajarnya. Mengajar disini bukan  hanya  sekedar menstrasfer ilmu kepada anak didiknya namun juga membimbing anak didiknya dalam mempelajari ilmu tersebut. Pelajaran yang mendidik harus dikelola berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun sebelum pembelajaran dilangsungkan.Implikasi pedagogik teori belajar behaviorisme (1) menekankan perubahan tingkah laku yang teramati dalam diri peserta didik (2) perubahan tingkah laku peserta didik dapat diperkuat melalui pemberian hadiah (positive reinforcement) atau dihentikan melalui pemberian hukuman oleh guru (3) pembelajaran dirancang berdasarkan kecenderungan tingkah laku peserta didik yang dapat diamati dan diukur (4) guru tidak perlu memperhatikan pengetahuan dasar yang dimiliki peserta didik sebelum pembelajaran berlangsung, dan bentuk perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Sedangkan implikasi pedagogik teori belajar kognitif (1) menekankan pada pemetaan dalam skema semua informasi atau pengetahuan yang diterima peserta didik melalui kegiatan belajarnya (2) informasi atau pengetahuan baru harus diakomodasikan atau asimilasi informasi peserta didik dalam skema kognitifnya (3) proses akomodasi atau asimilasi informasi atau pengetahuan baru tersebut dilakukan peserta didik dalam bentuk penolakan, atau penyesuaian bentuk.
(c)                Dari Sisi Karakteristik Peserta Didik di Indonesia
Karakter siswa saat ini cenderung malas mengingat/menghafal materi pelajaran karena “efek googling” yang dirasanya lebih efektif dari dari pada menumpuk teori memorinya. Siswa memilih jalan mudah dalam mengingat sebuah konsep. Karakter siswa Indonesia tidak terlalu berpikir proses namun lebih berorientasi hasil. Hal ini terlihat dari banyaknya siswa yang berusaha mendapatkan bocoran yang penting nilainya bagus.

Dari hal-hal diatas tentunya sangat sulit bila untuk menentukan teori belajar yang seperti apa yang harus diterapkan diindonesia. Sepertinya bukan masalah tentang teori yang mana, Karena hal yang paling penting yaitu dalam pembelajaran yang bagaimana teori tersebut akan diterapkan.


Referensi
Lapono, Nabisi. 2009. Belajar dan Pembelajaran SD 2 SKS. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan nasional.
Majid, Abdul. 2012. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. 2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi aksara.
Gredler, Margaret E. Bell. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar